Setiap aturan hukum yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi,hal ini sesuai dengan TAP MPR III tahun 2000 tentang Sumber Hukum dan tata Urutan Peraturan Perundang-undangan, dan kewenangan pengujian atas peraturan perundang- undangan yang lebih rendah dari UU diberikan kepada Mahkamah Agung
melalui TAP. MPR No. III tahun 2000, pelaksanaan kewenangan ini dirubah dimana Mahkamah Agung dapat secara aktif melakukan pengujian atas peraturan perundang-undangan tanpa harus ada suatu peradilan kasasi terlebih dahulu dan keputusannya bersifat mengikat, hal ini berkembang dimana awalnya UU No. 14 tahun 1970 maupun UU No. 14 tahun 1985 menyatakan bahwa kewenangan pengujian yang dimiliki oleh Mahkamah Agung hanya dapat dilakukan apabila berhubungan dengan pemeriksaan dalam tingkat kasasi.
Mekanisme Pengujian atas Peraturan Perundang-undangan di bawah UU
Sebelum keluarnya TAP MPR No. III tahun 2000 Mahkamah Agung memang pernah mengeluarkan Perma meskipun hal tersebut belum diperbaharui kembali seiring dengan adanya pengaturan dalam TAP MPR No. III tahun 2000 yang menyatakan kewenangan Mahkamah Agung untuk dapat secara aktif melakukan pengujian atas peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang tanpa perlu adanya proses kasasi terlebih dahulu.
Berdasarkan pasal 11 ayat 2 UU No. 14 Tahun 2004 dan pasal 31 UU No.5 Tahun 2004 (perub. UU no.14 tahun 1985 tentang MA ) Pelaksanaan pengujian atas peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang Berdasarkan Perma No. 1 tahun 1999 tentang Hak Uji Materiil adalah sebagai berikut:
1. Pada pasal 1 PERMA no 1 Tahun 2004 Pengujian peraturan perundang-undangan yang berada di bawah undang-undang dapat dilakukan oleh Mahkamah Agung dengan adanya gugatan atau permohonan keberatan.
- Gugatan atau permohonan keberatan hanya dapat diajukan ada satu peraturan perundang-undangan, kecuali pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan secara langsung.ketentuan tentang pemohon atau penggugat ada pada pasal 31 Mahkamah Agung
2. Pada pasal 2 ayat 1 PERMA no 1 Tahun 2004 diatur tata cara melakukan Gugatan atau permohonan keberatan diajukan kepada Mahkamah Agung dengan cara:
a. Langsung ke Mahkamah Agung;
b. Melalui Pengadilan Negeri di wilayah hukum tempat kedudukan tergugat.
3. Pada pasal 2 ayat 4 PERMA no 1 Tahun 2004 Gugatan atau permohonan keberatan diajukan dalam tenggat waktu 180 (seratus delapan puluh) hari sejak berlakunya peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
4. Pada pasal 3 PERMA no 1 Tahun 2004 Dalam hal gugatan atau permohonan keberatan diajukan secara langsung kepada Mahkamah Agung maka Kepaniteraan Mahkamah Agung akan memeriksa kelengkapan berkas dan apabila terdapat kekurangan dapat meminta langsung kepada penggugat/pemohon keberatan atau kuasanya yang sah.
- Setelah berkas gugatan/permohonan keberatan tersebut lengkap, maka Panitera Mahkamah Agung menyampaikannya kepada Ketua Mahkamah Agung untuk ditetapkan dan Majelis Hakim Agung yang akan menangani gugatan/permohonan keberatan tersebut.
· Untuk pengujian peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada gugatan yang diajukan kepada Mahkamah Agung, setelah berkas gugatan diterima, diperiksa dan dinyatakan lengkap oleh Panitera Mahkamah Agung maka Panitera Mahkamah Agung juga wajib mengirimkan salinan gugatan tersebut kepada pihak tergugat setelah lengkapnya berkas.
· Tergugat wajib mengirimkan atau menyerahkan jawabannya kepada Panitera Mahkamah Agung dalam waktu 14 hari sejak diterimanya salinan gugatan tersebut.
5. Pada pasal 4 PERMA no 1 Tahun 2004 Dalam hal gugatan/permohonan keberatan diajukan melalui Pengadilan Negeri setempat maka Panitera Pengadilan Negeri akan memeriksa kelengkapan gugatan/permohonan keberatan yang telah didaftarkan dan apabila terdapat kekurangan dapat meminta langsung kepada penggugat/pemohon keberatan atau kuasanya yang sah.
- Untuk pengujian peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada gugatan yang diajukan kepada Pengadilan Negeri, setelah berkas gugatan diterima, diperiksa dan dinyatakan lengkap oleh Panitera Pengadilan Negeri maka Panitera Pengadilan Negeri mengirimkan salinan gugatan tersebut kepada pihak tergugat setelah terpenuhinya kelengkapan berkasnya.
- Tergugat wajib mengirimkan atau menyerahkan jawabannya kepada Panitera Pengadilan Negeri dalam waktu 14 hari sejak diterimanya salinan gugatan tersebut.
- Hari berikutnya setelah lewat waktu 14 hari di atas, Panitera Pengadilan Negeri yang bersangkutan segera meneruskan meneruskan gugatan dan jawaban penggugat kepada Mahkamah Agung untuk kemudian disampaikan Panitera Mahkamah Agung kepada Ketua Mahkamah Agung agar dapat ditetapkan Majels Hakim Agung yang akan menanganinya.
6. Pada pasal 5 ayat 2 PERMA no 1 Tahun 2004 Gugatan/permohonan keberatan diperiksa dan diputus oleh Majelis Hakim Agung dengan menerapkan ketentuan yang berlaku bagi perkara gugatan/permohonan keberatan dalam waktu sesingkat-singkatnya sesuai dengan azas peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.
7. Pada pasal 6 PERMA no 1 Tahun 2004 Dalam hal gugatan/permohonan keberatan itu beralasan karena peraturan perundang-undangan tersebut bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maka Mahkamah Agung akan mengabulkan gugatan tersebut. Mahkamah Agung akan menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan tersebut tidak sah dan tidak berlaku untuk umum serta memerintahkan pencabutannya kepada instansi yang bersangkutan.
- Dalam hal gugatan dinilai tidak beralasan maka Majelis Hakim yang menangani perkara tersebut akan menolak gugatan/permohonan keberatan tersebut.
8. Pada pasal 7 PERMA no 1 Tahun 2004 emberitahuan salinan putusan Mahkamah Agung terhadap gugatan/permohonan keberatan disampaikan dengan surat tercatat kepada para pihak dan dalam hal diajukan melalui Pengadilan Negeri setempat, pemberitahuan salinannya disampaikan juga kepada Pengadilan Negeri tersebut.
9. Pada pasal 8 ayat 2 PERMA no 1 Tahun 2004 Dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari setelah putusan Mahkamah Agung dikirim kepada tergugat (dalam hal pengujian diajukan berdasarkan gugatan) / badan atau Penjabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan peraturan tersebut (dalam hal pengujian diajukan berdasarkan permohona keberatan) tidak melaksanakan kewajiban untuk mencabut peraturan yang bersangkutan maka demi hukum peraturan perundang-undangan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum.
10. Pada pasal 9 PERMA no 1 Tahun 2004 Putusan Majelis Hakim Agung atas gugatan/permohonan keberatan atas suatu peraturan perundangan-undangan tidak dapat diajukan peninjauan kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar